watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita Sexs
3 In oNe

Saat kuliah aku punya sahabat karib bernama
Yenny. Walaupun belum tentu sekali setahun
berjumpa tetapi semenjak sama-sama kami
berkeluarga hingga anak-anak tumbuh dewasa,
jalinan persahabatan kami tetap berlanjut.
Setidaknya setiap bulan kami saling bertelpon.
Ada saja masalah untuk diomongkan. Suatu pagi
Yenny telepon bahwa dia baru pulang dari
Magelang, kota kelahirannya. Dia bilang ada oleh-
oleh kecil untuk aku.
Kalau aku tidak keluar rumah, Idang anaknya,
akan mengantarkannya kerumahku. Ah,
repotnya sahabatku, demikian pikirku. Aku
sambut gembira atas kebaikan hatinya, aku
memang jarang keluar rumah dan aku
menjawab terima kasih untuk oleh-olehnya. Ah,
rejeki ada saja, Yenny pasti membawakan getuk,
makanan tradisional dari Magelang kesukaanku.
Aku tidak akan keluar rumah untuk menunggu si
Idang, yang seingatku sudah lebih dari 10 tahun
aku tidak berjumpa dengannya.
Menjelang tengah hari sebuah jeep Cherokee
masuk ke halaman rumahku. Kuintip dari
jendela. Dua orang anak tanggung turun dari
jeep itu. Mungkin si Idang datang bersama
temannya. Ah, jangkung bener anak Yenny. Aku
buka pintu. Dengan sebuah bingkisan si Idang
naik ke teras rumah
“Selamat siang, Tante. Ini titipan mama untuk
Tante Erna. Kenalin ini Bonny teman saya,
Tante”. Idang menyerahkan kiriman dari
mamanya dan mengenalkan temannya padaku.
Aku sambut gembira mereka. Oleh-oleh Yenny
dan langsung aku simpan di lemari es-ku biar
nggak basi. Aku terpesona saat melihat anak
Yenny yang sudah demikian gede dan jangkung
itu. Dengan gaya pakaian dan rambutnya yang
trendy sungguh keren anak sahabatku ini.
Demikian pula si Donny temannya, mereka
berdua adalah pemuda-pemuda masa kini yang
sangat tampan dan simpatik. Ah, anak jaman
sekarang, mungkin karena pola makannya
sudah maju pertumbuhan mereka jadi subur.
Mereka aku ajak masuk ke rumah. Kubuatkan
minuman untuk mereka.
Kuperhatikan mata si Donny agak nakal, dia
pelototi bahuku, buah dadaku, leherku. Matanya
mengikuti apapun yang sedang aku lakukan, saat
aku jalan, saat aku ngomong, saat aku
mengambil sesuatu. Ah, maklum anak laki-laki,
kalau lihat perempuan yang agak melek, biar
sudah tuaan macam aku ini, tetap saja matanya
melotot. Dia juga pinter ngomong lucu dan
banyak nyerempet-nyerempet ke masalah
seksual. Dan si Idang sendiri senang dengan
omongan dan kelakar temannya. Dia juga suka
nimbrung, nambahin lucu sambil melempar
senyuman manisnya.
Kami jadi banyak tertawa dan cepat saling akrab.
Terus terang aku senang dengan mereka
berdua. Dan tiba-tiba aku merasa berlaku aneh,
apakah ini karena naluri perempuanku atau dasar
genitku yang nggak pernah hilang sejak masih
gadis dulu, hingga teman-temanku sering
menyebutku sebagai perempuan gatal. Dan kini
naluri genit macam itu tiba-tiba kembali hadir.
Mungkin hal ini disebabkan oleh tingkah si Donny
yang seakan-akan memberikan celah padaku
untuk mengulangi peristiwa-peristiwa masa
muda. Peristiwa-peristiwa penuh birahi yang
selalu mendebarkan jantung dan hatiku. Ah,
dasar perempuan tua yang nggak tahu diri,
makian dari hatiku untukku sendiri. Tetapi gebu
libidoku ini demikian cepat menyeruak ke
darahku dan lebih cepat lagi ke wajahku yang
langsung terasa bengap kemerahan menahan
gejolak birahi mengingat masa laluku itu.
“Tante, jangan ngelamun. Cicak jatuh karena
ngelamun, lho”. Kami kembali terbahak
mendengar kelakar Idang. Dan kulihat mata
Donny terus menunjukkan minatnya pada
bagian-bagian tubuhku yang masih mulus ini.
Dan aku tidak heran kalau anak-anak muda
macam Donny dan Idang ini demen menikmati
penampilanku. Walaupun usiaku yang
memasuki tahun ke 42 aku tetap “fresh” dan
“good looking”. Aku memang suka merawat
tubuhku sejak muda. Boleh dibilang tak ada
kerutan tanda ketuaan pada bagian-bagian
tubuhku. Kalau aku jalan sama Oke, suamiku,
banyak yang mengira aku anaknya atau bahkan
“piaraan”nya. Kurang asem, tuh orang.
Dan suamiku sendiri sangat membanggakan
kecantikkanku. Kalau dia berkesempatan untuk
membicarakan istrinya, seakan-akan memberi
iming-iming pada para pendengarnya hingga
aku tersipu walaupun dipenuhi rasa bangga
dalam hatiku. Beberapa teman suamiku nampak
sering tergoda untuk mencuri pandang padaku.
Tiba-tiba aku ada ide untuk menahan kedua anak
ini.
“Hai, bagaimana kalau kalian makan siang di sini.
Aku punya resep masakan yang gampang,
cepat dan sedap. Sementara aku masak kamu
bisa ngobrol, baca tuh majalah atau pakai tuh,
komputer si oom. Kamu bisa main game,
internet atau apa lainnya. Tapi jangan cari yang
‘enggak-enggak’, ya..”, aku tawarkan makan
siang pada mereka.
Tanpa konsultasi dengan temannya si Donny
langsung iya saja. Aku tahu mata Donny ingin
menikmati sensual tubuhku lebih lama lagi. Si
Idang ngikut saja apa kata Donny. Sementara
mereka buka komputer aku ke dapur
mempersiapkan masakanku. Aku sedang
mengiris sayuran ketika tahu-tahu Donny sudah
berada di belakangku. Dia menanyaiku, “Tante
dulu teman kuliah mamanya Idang, ya. Kok
kayanya jauh banget, sih?”.
“Apanya yang jauh?, aku tahu maksud
pertanyaan Donny.
“Iya, Tante pantesnya se-umur dengan teman-
temanku”.
“Gombal, ah. Kamu kok pinter nge-gombal, sih,
Don”.
“Bener. Kalau nggak percaya tanya, deh, sama
Idang”, lanjutnya sambil melototi pahaku.
“Tante hobbynya apa?”.
“Berenang di laut, skin dan scuba diving, makan
sea food, makan sayuran, nonton Discovery di
TV”.
“Ooo, pantesan”.
“Apa yang pantesan?”, sergapku.
“Pantesan body Tante masih mulus banget”.
Kurang asem Donny ini, tanpa kusadari dia
menggiring aku untuk mendapatkan peluang
melontarkan kata-kata “body Tante masih mulus
banget” pada tubuhku. Tetapi aku tak akan
pernah menyesal akan giringan Donny ini. Dan
reaksi naluriku langsung membuat darahku
terasa serr.., libidoku muncul terdongkrak.
Setapak demi setapak aku merasa ada yang
bergerak maju. Donny sudah menunjukkan
keberaniannya untuk mendekat ke aku dan
punya jalan untuk mengungkapkan kenakalan
ke-lelakian-nya.
“Ah, mata kamu saja yang keranjang”, jawabku
yang langsung membuatnya tergelak-gelak.
“Papa kamu, ya, yang ngajarin?, lanjutku.
“Ah, Tante, masak kaya gitu aja mesti diajarin”.
Ah, cerdasnya anak ini, kembali aku merasa
tergiring dan akhirnya terjebak oleh
pertanyaanku sendiri.
“Memangnya pinter dengan sendirinya?”,
lanjutku yang kepingin terjebak lagi.
“Iya, dong, Tante. Aku belum pernah dengar ada
orang yang ngajari gitu-gitu-an”.
Ah, kata-kata giringannya muncul lagi, dan
dengan senang hati kugiringkan diriku.
“Gitu-gituan gimana, sih, Don sayang?”, jawabku
lebih progresif.
“Hoo, bener sayang, nih?”, sigap Donny.
“Habis kamu bawel, sih”, sergahku.
“Sudah sana, temenin si Idang tuh, n’tar dia
kesepian”, lanjutku.
“Si Idang, mah, senengnya cuma nonton”,
jawabnya.
“Kalau kamu?”, sergahku kembali.
“Kalau saya, action, Tante sayang”, balas
sayangnya.
“Ya, sudah, kalau mau action, tuh ulek bumbu
tumis di cobek, biar masakannya cepet mateng”,
ujarku sambil memukulnya dengan manis.
“Oo, beres, Tante sayang”, dia tak pernah
mengendorkan serangannya padaku.
Kemudian dia menghampiri cobekku yang
sudah penuh dengan bumbu yang siap di-ulek.
Beberapa saat kemudian aku mendekat ke dia
untuk melihat hasil ulekannya.
“Uh, baunya sedap banget, nih, Tante. Ini bau
bumbu yang mirip Tante atau bau Tante yang
mirip bumbu?”.
Kurang asem, kreatif banget nih anak, sambil
ketawa ngakak kucubit pinggangnya keras-keras
hingga dia aduh-aduhan. Seketika tangannya
melepas pengulekan dan menarik tanganku dari
cubitan di pinggangnya itu. Saat terlepas
tangannya masih tetap menggenggam
tanganku, dia melihat ke mataku. Ah,
pandangannya itu membuat aku gemetar.
Akankah dia berani berbuat lebih jauh? Akankah
dia yakin bahwa aku juga merindukan
kesempatan macam ini? Akankah dia akan
mengisi gejolak hausku? Petualanganku? Nafsu
birahiku?
Aku tidak memerlukan jawaban terlampau lama.
Bibir Donny sudah mendarat di bibirku. Kini kami
sudah berpagutan dan kemudian saling
melumat. Dan tangan-tangan kami saling
berpeluk. Dan tanganku meraih kepalanya serta
mengelusi rambutnya. Dan tangan Donny mulai
bergeser menerobos masuk ke blusku. Dan
tangan-tangan itu juga menerobosi BH-ku untuk
kemudian meremasi payudaraku. Dan aku
mengeluarkan desahan nikmat yang tak
terhingga. Nikmat kerinduan birahi menggauli
anak muda yang seusia anakku, 22 tahun di
bawah usiaku.
“Tante, aku nafsu banget lihat body Tante. Aku
pengin menciumi body Tante. Aku pengin
menjilati body Tante. Aku ingin menjilati nonok
Tante. Aku ingin ngentot Tante”. Ah, seronoknya
mulutnya. Kata-kata seronok Donny melahirkan
sebuah sensasi erotik yang membuat aku
menggelinjang hebat. Kutekankan
selangkanganku mepet ke selangkangnnya
hingga kurasakan ada jendolan panas yang
mengganjal. Pasti kontol Donny sudah ngaceng
banget.
Kuputar-putar pinggulku untuk merasakan
tonjolannya lebih dalam lagi. Donny
mengerang.Dengan tidak sabaran dia angkat dan
lepaskan blusku. Sementara blus masih
menutupi kepalaku bibirnya sudah mendarat ke
ketiakku. Dia lumati habis-habisan ketiak kiri
kemudian kanannya. Aku merasakan nikmat di
sekujur urat-uratku. Donny menjadi sangat liar,
maklum anak muda, dia melepaskan gigitan dan
kecupannya dari ketiak ke dadaku.
Dia kuak BH-ku dan keluarkan buah dadaku yang
masih nampak ranum. Dia isep-isep bukit dan
pentilnya dengan penuh nafsu. Suara-suara
erangannya terus mengiringi setiap sedotan,
jilatan dan gigitannya. Sementara itu tangannya
mulai merambah ke pahaku, ke selangkanganku.
Dia lepaskan kancing-kancing kemudian dia
perosotkan hotpants-ku. Aku tak mampu
mengelak dan aku memang tak akan mengelak.
Birahiku sendiri sekarang sudah terbakar hebat.
Gelombang dahsyat nafsuku telah melanda dan
menghanyutkan aku. Yang bisa kulakukan
hanyalah mendesah dan merintih menanggung
derita dan siksa nikmat birahiku.
Begitu hotpants-ku merosot ke kaki, Donny
langsung setengah jongkok menciumi celana
dalamku. Dia kenyoti hingga basah kuyup oleh
ludahnya. Dengan nafsu besarnya yang kurang
sabaran tangannya memerosotkan celana
dalamku. Kini bibir dan lidahnya menyergap
vagina, bibir dan kelentitku. Aku jadi ikutan tidak
sabar.
“Donny, Tante udah gatal banget, nih”.
“Copot dong celanamu, aku pengin menciumi
kamu punya, kan”.
Dan tanpa protes dia langsung berdiri
melepaskan celana panjang berikut celana
dalamnya. kontolnya yang ngaceng berat
langsung mengayun kaku seakan mau nonjok
aku. Kini aku ganti yang setengah jongkok,
kukulum kontolnya. Dengan sepenuh nafsuku
aku jilati ujungnya yang sobek merekah
menampilkan lubang kencingnya. Aku
merasakan precum asinnya saat Donny
menggerakkan pantatnya ngentot mulutku. Aku
raih pahanya biar arah kontolnya tepat ke lubang
mulutku.
“Tante, aku pengin ngentot memek Tante
sekarang”. Aku tidak tahu maunya, belum juga
aku puas mengulum kontolnya dia angkat
tubuhku. Dia angkat satu kakiku ke meja dapur
hingga nonokku terbuka. Kemudian dia
tusukkannya kontolnya yang lumayan gede itu
ke memekku.
Aku menjerit tertahan, sudah lebih dari 3 bulan
Oke, suamiku nggak nyenggol-nyenggol aku.
Yang sibuklah, yang rapatlah, yang golflah.
Terlampau banyak alasan untuk memberikan
waktunya padaku. Kini kegatalan kemaluanku
terobati, Kocokkan kontol Donny tanpa kenal
henti dan semakin cepat. Anak muda ini maunya
serba cepat. Aku rasa sebentar lagi spermanya
pasti muncrat, sementara aku masih belum
sepenuhnya puas dengan entotannya.
Aku harus menunda agar nafsu Donny lebih
terarah. Aku cepat tarik kemaluanku dari
tusukkannya, aku berbalik sedikit nungging
dengan tanganku bertumpu pada tepian meja.
Aku pengin dan mau Donny nembak nonokku
dari arah belakang. Ini adalah gaya favoritku.
Biasanya aku akan cepat orgasme saat dientot
suamiku dengan cara ini. Donny tidak perlu
menunggu permintaanku yang kedua. kontolnya
langsung di desakkan ke mem*kku yang telah
siap untuk melahap kontolnya itu.
Nah, aku merasakan enaknya kontol Donny
sekarang. Pompaannya juga lebih mantab
dengan pantatku yang terus mengimbangi dan
menjemput setiap tusukan kont*lnya. Ruang
dapur jadi riuh rendah.
Selintas terpikir olehku, di mana si Idang. Apakah
dia masih berkutat dengan komputernya? Atau
dia sedang mengintip kami barangkali? Tiba-tiba
dalam ayunan kont*lnya yang sudah demikian
keras dan berirama Donny berteriak.
“Dang, Idang, ayoo, bantuin aku .., Dang..”.
Ah, kurang asem anak-anak ini. Jangan-jangan
mereka memang melakukan konspirasi untuk
mengentotku saat ada kesempatan disuruh
mamanya untuk mengirimkan oleh-oleh itu.
Kemudian kulihat Idang dengan tenangnya
muncul menuju ke dapur dan berkata ke Donny
“Gue kebagian apanya Don?’
“Tuh, lu bisa ngentot mulutnya. Dia mau kok”.
Duh, kata-kata seronok yang mereka ucapkan
dengan kesan seolah-olah aku ini hanya obyek
mereka. Dan anehnya ucapan-ucapan yang
sangat tidak santun itu demikian merangsang
nafsu birahiku, sangat eksotik dalam khayalku.
Aku langsung membayangkan seolah-olah aku
ini anjing mereka yang siap melayani apapun
kehendak pemiliknya.
Aku melenguh keras-keras untuk merespon
gaya mereka itu. Kulihat dengan tenangnya
Idang mencopoti celananya sendiri dan lantas
meraih kepalaku dengan tangan kirinya,
dijambaknya rambutku tanpa menunjukkan rasa
hormat padaku yang adalah teman mamanya
itu, untuk kemudian ditariknya mendekat ke
kontolnya yang telah siap dalam genggaman
tangan kanannya. kontol Idang nampak
kemerahan mengkilat. Kepalanya menjamur
besar diujung batangnya.
Saat bibirku disentuhkannya aroma kontolnya
menyergap hidungku yang langsung membuat
aku kelimpungan untuk selekasnya mencaplok
kontol itu. Dengan penuh kegilaan aku lumati,
jilati kulum, gigiti kepalanya, batangnya,
pangkalnya, biji pelernya. Tangan Idang terus
mengendalikan kepalaku mengikuti
keinginannya. Terkadang dia buat maju mundur
agar mulutku memompa, terkadang dia tarik
keluar kontolnya menekankan batangnya atau
pelirnya agar aku menjilatinya.
Duh, aku mendapatkan sensasi kenikmatan
seksualku yang sungguh luar biasa. Sementara
di belakang sana si Donny terus menggenjotkan
kontolnya keluar masuk menembusi nonoknya
sambil jari-jarinya mengutik-utik dan disogok-
sogokkannya ke lubang pantatku yang belum
pernah aku mengalami cara macam itu. Oke,
suamiku adalah lelaki konvensional.
Saat dia menggauliku dia lakukan secara
konvensional saja. Sehingga saat aku merasakan
bagaimana perbuatan teman dan anak sahabatku
ini aku merasakan adanya sensasi baru yang
benar-benar hebat melanda aku. Kini 3 lubang
erotis yang ada padaku semua dijejali oleh nafsu
birahi mereka. Aku benar-benar jadi lupa segala-
galanya. Aku mengenjot-enjot pantatku untuk
menjemputi kontol dan jari-jari tangan Donny
dan mengangguk-anggukkan kepalaku untuk
memompa kontol Idang.
“Ah, Tante, mulut Tante sedap banget, sih. Enak
kan, kontolku. Enak, kan? Sama kontol Oom
enak mana? N’tar Tante pasti minta lagi, nih”.
Dia percepat kendali tangannya pada kepalaku.
Ludahku sudah membusa keluar dai mulutku.
kontol Idang sudah sangat kuyup. Sesekali aku
berhenti sessat untuk menelan ludahku.
Tiba-tiba Donny berteriak dari belakang, “Aku
mau keluar nih, Tante. Keluarin di memok atau
mau diisep, nih?”.
Ah, betapa nikmatnya bisa meminum air mani
anak-anak ini. Mendengar teriakan Donny yang
nampak sudah kebelet mau muncratkan
spermanya, aku buru-buru lepaskan kontol
Idang dari mulutku. Aku bergerak dengan cepat
jongkok sambil mengangakan mulutku tepat di
ujung kontol Donny yang kini penuh giat
tangannya mengocok-ocok kont*lnya untuk
mendorong agar air maninya cepat keluar.
Kudengar mulutnya terus meracau, “Minum air
maniku, ya, Tante, minum ya, minum, nih,
Tante, minum ya, makan spermaku ya, Tante,
makan ya, enak nih, Tante, enak nih air maniku,
Tante, makan ya..”.
Air mani Donny muncrat-muncrat ke wajahku,
ke mulutku, ke rambutku. Sebagian lain nampak
mengalir di batang dan tangannya. Yang masuk
mulutku langsung aku kenyam-kenyam dan
kutelan. Yang meleleh di batang dan
tanganannya kujilati kemudian kuminum pula.
Kemudian dengan jari-jarinya Donny mengorek
yang muncrat ke wajahku kemudian
disodorkannya ke mulutku yang langsung
kulumati jari-jarinya itu. Ternyata saat Idang
menyaksikan apa yang dikerjakan Donny dia
nggak mampu menahan diri untuk mengocok-
ocok juga kontolnya. Dan beberapa saat sesudah
kontol Donny menyemprotkan air maninya,
menyusul kontol Idang memuntahkan banyak
spermanya ke mulutku. Aku menerima
semuanya seolah-olah ini hari pesta ulang
tahunku. Aku merasakan rasa yang berbeda,
sperma Donny serasa madu manisnya,
sementara sperma Idang sangat gurih seperti air
kelapa muda.
Dasar anak muda, nafsu mereka tak pernah bisa
dipuaskan. Belum sempat aku istirahat mereka
mengajak aku ke ranjang pengantinku. Mereka
nggak mau tahu kalau aku masih
mengagungkan ranjang pengantinku yang
hanya Oke saja yang boleh ngentot aku di
atasnya. Setengahnya mereka menggelandang
aku memaksa menuju kamarku.
Aku ditelentangkannya ke kasur dengan pantatku
berada di pinggiran ranjang. Idang menjemput
satu tungkai kakiku yang dia angkatnya hingga
nempel ke bahunya. Dia tusukan kontolnya yang
tidak surut ngacengnya sesudah sedemikian
banyak menyemprotkan sperma untuk
menyesaki memekku, kemudian dia pompa
kemaluanku dengan cepat kesamping kanan, kiri,
ke atas, ke bawah dengan penuh irama.
Aku merasakan ujungnya menyentuh dinding
rahimku dan aku langsung menggelinjang
dahsyat. Pantatku naik turun menjemput
tusukan-tusukan kontol legit si Idang. Sementara
itu Donny menarik tubuhku agar kepalaku bisa
menciumi dan mengisap kontolnya. Kami
bertiga kembali mengarungi samudra nikmatnya
birahi yang nikmatnya tak terperi.
Hidungku menikmati banget aroma yang
menyebar dari selangkangan Donny. Jilatan lidah
dan kuluman bibirku liar melata ke seluruh
kemaluan Donny. Kemudian untuk memenuhi
kehausanku yang amat sangat, paha Donny
kuraih ke atas ranjang sehingga satu kakinya
menginjak ke kasur dan membuat posisi
pantatnya menduduki wajahku. Dengan mudah
tangan Donny meraih dan meremasi susu-susu
dan pentilku.
Sementara hidungku setengah terbenam ke
celah pantatnya dan bibirku tepat di bawah akar
pangkal kontolnya yang keras menggembung.
Aku menggosok-gosokkan keseluruhan wajahku
ke celah bokongnya itu sambil tangan kananku
ke atas untuk ngocok kontol Donny. Duh, aku
kini tenggelam dalam aroma nikmat yang tak
terhingga. Aku menjadi kesetanan menjilati celah
pantat Donny.
Aroma yang menusuk dari pantatnya semakin
membuat aku liar tak terkendali. Sementara di
bawah sana Idang yang rupanya melihat
bagaimana aku begitu liar menjilati pantat Donny
langsung dengan buasnya menggenjot
nonokku. Dia memperdengarkan racauan
nikmatnya,
“Tante, nonokmu enak, Tante, nonokmu aku
entot, Tante, nonokmu aku entot, ya, enak,
nggak, heh?, Enak ya, kontolku, enak Tante,
kontolku?”. Aku juga membalas erangan,
desahan dan rintihan nikmat yang sangat
dahsyat. Dan ada yang rasa yang demikian
exciting merambat dari dalam kemaluanku.
Aku tahu orgasmeku sedang menuju ke
ambang puncak kepuasanku. Gerakkanku
semakin menggila, semakin cepat dan keluar dari
keteraturan. Kocokkan tanganku pada kontol
Donny semakin kencang. Naik-naik pantatku
menjemputi kontol Idang semakin cepat,
semakin cepat, cepat, cepat, cepat.
Dan teriakanku yang rasanya membahana dalam
kamar pengantinku tak mampu kutahan,
meledak menyertai bobolnya pertahanan
kemaluanku. Cairan birahiku tumpah ruah
membasah dab membusa mengikuti batang
kontol yang masih semakin kencang menusukki
nonokku. Dan aku memang tahu bahwa Idang
juga hendak melepas spermanya yang
kemudian dengan rintihan nikmatnya akhirnya
menyusul sedetik sesudah cairan birahiku
tertumpah. Kakiku yang sejak tadi telah berada
dalam pelukannya disedoti dan gigitinya hingga
meninggalkan cupang-cupang kemerahan.
Sementara Donny yang sedang menggapai
menuju puncak pula, meracau agar aku
mempercepat kocokkan kontolnya sambil
tangannya keras-keras meremasi buah dadaku
hingga aku merasakan pedihnya. Dan saat
puncaknya itu akhirnya datang, dia lepaskan
genggaman tanganku untuk dia kocok sendiri
kontolnya dengan kecepatan tinggi hingga
spermanya muncrat semburat tumpah ke
tubuhku.
Aku yang tetap penasaran, meraih batang yang
berkedut-kedut itu untuk kukenyoti, mulutku
mengisap-isap cairan maninya hingga akhirnya
segalanya reda. Jari-jari tanganku mencoleki
sperma yang tercecer di tubuhku untuk aku jilat
dan isap guna mengurangi dahaga birahiku.
Sore harinya, walaupun aku belum sempat
merasakan getuk kirimannya yang kini berada
dalam lemari esku dengan penuh semangat dan
terima kasih aku menelepon Yenny.
“Wah, terima kasih banget atas kirimannya, ya
Yen. Karena sudah lama aku tidak
merasakannya, huh, nikmat banget rasanya.
Ada gurihnya, ada manisnya, ada legitnya”,
kataku sambil selintas mengingat kenikmatan
yang aku raih dari Idang anaknya dan Donny
temannya.
Yenny tertawa senang sambil menjawab,
“Nyindir, ya. Memangnya kerajinan tanduk dari
Pucang (sebuah desa di utara Magelang yang
menjadi pusat kerajinan dari tanduk kerbau) itu
serasa getuk kesukaanmu itu. N’tar deh kalau aku
pulang lagi, kubawakan sekeranjang getukmu”.
Aku tersedak dan terbatuk-batuk. Mati aku,
demikian pikirku. Ternyata bingkisan dalam
kulkas itu bukan getuk kesukaanku.


Adult | GO HOME | Exit
1/2689
U-ON

inc Powered by Xtgem.com